Peran Pemuda Untuk Masa Depan Bangsa






Kata-kata yang biasa terdengar di telinga kita yakni “pemuda adalah harapan bangsa”  memang demikianlah kata-kata orang bijak. Masa depan bangsa dan Negara berada di tangan para pemuda.

Bagaimana keadaan bangsa  dan Negara kita pada masa yang akan datang? Itu dapat dilihat dari bagaimana kegiatan para pemuda masa sekarang. Jika pemuda sudah mempersiapkan mereka, giat belajar, tekun berlatih,  serta bekerja keras maka masa depan bangsa dan Negara kita cerah. 

Ada harapan besar untuk menjadi Bangsa dan Negara Maju. Sebaliknya, jika para pemuda sekarang berpangku tangan, bermalas-malasan, dan berhura-hura, apalagi suka mabuk-mabukan maka masa depan Bangsa dan Negara kita suram.

Peran pemuda dalam berbagai bidang dan lapis kehidupan social-politik dan social ekonomi nasional masih terasa lemah, bahkan tak ada, seiring dengan rendahnya kapasitas daya saing mereka dalam kompetisi antarbangsa. Oleh karena itu, peningkatan kualitas sumber daya pemuda merupakan prioritas penting yang harus menjadi kepedulian semua pihak, jika bangsa ini ingin memulihkan harkatnya di pentas global.

Upaya peningkatan kualitas pemuda pada gilirannya memerlukan transpormasi kebudayaan. Perubahan paradigmatic dalam kebudayaan ini terutama menyangkut tiga dimensi utama, yakni dimensi mitos, logos, dan etos/karakter, dalam wawasan nasional kita. 





  • TRANSFORMASI MITOS


Yang harus kita akhiri bukan saja “mitos pribumi malas”, melainkan juga mitos yang memandang “status quo” dan senioritas sebagai ukuran kualitas dan tumpuan perubahan. Mitos baru harus dimunculkan dengan memercayai kapasitas kaum muda sebagai agen perubahan. Dengan menggali modal sejarah, dapat dipulihkan kepercayaan baru bahwa Indonesia tanpa daya muda adalah Indonesia yang mengabaikan fitrahnya. Nyaris tidak  terbayangkan, bagaimana nama Indonesia bias “ditemukan” dan kemerdekaannya diperjuangkan tanpa pergerakan kaum muda.

Setelah dari setengah abad merdeka, Indonesia sebagai proyek historis kaum muda harus menghadapi kenyataan tua-renta, kehilangan elan vital daya muda. Indonesia tanpa jiwa muda (kebaruan-kemajuan) dan kepemimpinan pemuda adalah Indonesia yang menyangkali jati dirinya. 

Kaum muda dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia berperan penting dalam “menemukan politik” (the invention of politics) yang hingga awal abad ke-20, istilah politik tersebut tak ada padannya dalam bangsa melayu-indonesia. Kaum muda di masa kini dituntut untuk meraih kembali “politik” yang hilang dari genggamannya seraya mengembalikannya ke jalur yang benar.

Politik dalam kesadaran kaum muda pergerakan jauh dari bahasa teori ‘pilihan rasional’, bahwa rasionalitas kepentingan individual harus dibayar oleh irasionalitas kehidupan kolektif. Politik dalam konsepsi mereka merupakan usaha resolusi atas problem-problem kolektif dengan pemenuhan kebijakan kolektif. Mirip dengan pemahaman Aristotelian, politik dipandang sebagai seni mulia untuk meraih harapan dan memelihara kemaslahatan umum, terutama kepentingan kaum terjajah, dengan jalan mensubdordinasikan kepentingan-kepentingan particular pada kepentingan (kaum terjajah) secara keseluruhan.


  • TRANSFORMASI LOGOS


Dengan menggali modal sejarah, kita juga bias melihat betapa istilah “Pemuda” secara historis sering disandangkan dengan istilah “Pelajar”, seperti dalam sebutan “Pemuda-Pelajar” ., Ilmu dan kualitas pikiran dijadikan ukuran kehormatan. Abdul Rivai (1902) memperkenalkan istilah “Bangsawan pikiran”. Dalam statemennya “tak ada gunanya lagi membicarakan “bangsawanusul”, sebab kehadirannya merupakan takdir. Jika nenek-moyang kita keturunan bangsawan, maka kita pun disebut bangsawan, meski pengetahuan dan capaian kita bagaikan katak dalam tempurung. Saat ini, pengetahuan dan pencapaianlah yang menentukan kehormatan seseorang. Situasi inilah yang melahirkan “bangsawan pikiran”.




Tertulis naïf buku-buku sejarah yang mengatakan bahwa sekolah dizaman colonial hanya diperuntukkan bagu kalangan bangsawan. “kekuatan hegemonis”, ujar james C. Scott, “cenderung menciptakan kontradiksi yang memberi peluang bagi tampilnya hegemoni-tandingan”. Seperti itu jugalah kebijakan diskriminatif colonial: memberi cela bagi munculnya kaum terpelajar dari kalangan rendahan.


  • TRANSFORMASI ETOS


Etos adalah karakter dan sikap dasar dari manusia terhadap diri dan dunianya. Ia merupakan aspek evaluative yang memberi penilaian atas berharga tidaknya sesuatu serta memberi orientasi atas tindakan manusia, yang tercermin dalam sikap dan pilihan-pilihan yang dikembangkannya.

Etos pemuda selama ini kental berkarakter kekerasan dan “kemalasan”, seperti tercermin dari munculnya berbagai laskar dan mentalitas “pegawai”. Dalam rangka meningkatkan daya saing bagsa, etos seperti itu harus ditransformasikan menjadi etos kerja dan prestasi seusai dengan karakternya masing-masing. Pergeseran etos dan karakter pemuda ini memerlukan proses persemaian dan pembudayaan dalam system pendidikan. Proses pendidikan sejak dini, baik secara formal, nonformal maupun informal, menjadi tumpuan untuk melahirkan manusia baru Indonesia dengan karakter seseorang yang membedakan dirinya dari orang lain, serta ketegaran untuk menghadapi kesulitan, ketidakenakan dan kegawatan.

Singkat kata, kita perlu menggalakkan pendidikan karakter. Yang dimaksud dengan pendidikan karakter di sini adlah suatu paying istilah yang menjelaskan berbagai aspek pengajaran dan pembelajaran bagi perkembagan personal. Beberapa area di bawah paying ini meliputi “penalaran moral/pengembangan kognitif”; “pembelajaran social dan emosional”, “pendidikan kesehatan”, “pencegahan kekerasan”; “resolusi konflik”, dan “filsafat etik/moral”. Seperti diindikasikan oleh ragam istilah yang berkaitan dengan itu, pendidikan karakter bersifat luas dalam cakupan dan sulit didefenisikan secara tepat.









DAFTAR PUSTAKA 


Widjanarko puput, Reinventing Indonesia: menemukan kembali masa depan bangsa, Cilandak Barat, Jakarta Selatan : PT. Mizan Publika (2008)
…………Pelajaran Bahasa Dan Sastra Indonesia Untuk SMA & MA Kelas X, Jakarta: PT. Grasindo (2007)



Comments

Popular posts from this blog

Bahasa Cinta