Bahasa Cinta







Bahasa, di dalam wacana linguistik, diberi peengertian sebagai system symbol bunyi bermakna dan berartikulasi (dihasilkan oleh alat ucap), yang bersifat arbitrer dan konvensional, yang dipakai sebagai alat berkomunikasi oleh sekkolompok manusia untuk melahirkan perasaan dan pikiran.

Di dalam pengertian ini, bolehlah kira renungkan, apakah bahasa bunga, bahasa kalbu, bahasa hewan, atau bahasa cinta ini istilah yang sehari-hari sering kali kita dengar dapat disebut pula sebagai bahasa. Andai istilah ini boleh disebut bahasa, dapatkah kita membuktikannya bahwa bahasa ini memiliki system symbol, dihasilkan oleh alat ucap, bersifat arbitrer, bersifat konvensional, dan dijadikan alat komunikasi dalam sekelompok masyarakat. Pembuktian ini, tentu saja, akan mengalami kebuntuan. Sebab, bahasa, dalam pemahaman linguistik, adalah bahasa manusia. Sedangkan, bahasa, dalam pengertian lain, lebih berwujud sebagai ungkapan. Yakni, “ungkapan perasaan mendalam dari dari hati” (bahasa kalbu);” menyatakan perasaan dengan bunga” (bahasa bunga); “mengekspresikan perasaan cinta dalam kata-kata mesra” (Bahasa Cinta), dan seterusnya.

Bahasa adalah kombinasi kata yang diatur secara sistematis. Sehingga, bias dipakai sebagai alat komunikasi. Kata itu sendiri, merupakan bagian integral dari symbol yang dipakai oleh kelompok masyarakat. Itu sebabnya, kata bersifat simbolis.

Menurut Robert Sibarani (1992), mengutip pendapat Aart van Zoest, adalah sesuatu yang dapat menyimbolkan dan mewakili ide, pikiran, perasaan, benda, dan tindakan secara arbitrer, konvensional, dan representative-representatif. Dalam hal ini, tidak ada hubungan alamiah antara yang menyimbolkan dan yang disimbolkan. Implikasinya, berarti baik yang batiniah (perasaan, pikiran, atau ide), maupun yang lahiriah (benda dan tindakan) dapat disimbolkan atau diwakili symbol. Dengan begitu, antara “bendera warna putih yang dipasang di sudut jalan” (yang di simbolkan), misalnya, dan “ada orang yang meninggal” (yang disimbolkan), tidak perlu ada pertalian langsung. Mengapa harus memasang bendera putih, dan mengapa bendera putih itu harus menyimbolkan di situ ada otang meninggal, inilah hasil konvensi yang arbitrer.

Dr. Gary Chapman dalam bukunya The Five Love Language, dengan tepat sekali mengidentifikasikan adanya lima bahasa cinta dalam diri kita masing-masing, dan dari lima itu ada satu atau dua yang domainan. Tugas kitalah utnuk saling mengenal apa bahasa cinta kita dan pasangan kita, dan berbicara dengan bahasa cintanya pasangan. Saya melihat apa yang sering disebut sebagai “yang kudambakan” adalah “sesuatu yang membuatku merasa dicintai” atau dalam istilah Dr. Gary sebagai “bahasa cinta yang domainan”.

Persoalan muncul karena tak jarang pasangan kita (tempat kita berharap untuk mendapatkan) ternyata bukan hanya tidak mengerti bahasa cinta kita, melainkan juga “tidak cukup memiliki” apa yang jita butuhkan.

Dalam Bahasa cinta, seorang pemuda mengatakan: “Engkaulah merpatiku atau engkaulah kambing hutan yang berlompat-lompat.” “Dengarlah! Kekasihku!... melompat-lompat diatas gunung-gunung, meloncat-loncat di atas bukit-bukit … Bangunlah, manisku, .. merpatiku di celah-celah batu..” Arti kata “merpati’ dan arti kata “kambing hitam” dalam konteks ini jangan anda cari dalam buku ilmu hayat. Teman dekat mungkin akan mengatakan, “pemuda itu baru ditimbang, berat badannya serupa dengan 4 kaleng beras,” bahasa ilmu fisika tidak relevan untuk bahasa cinta. Bahasa cinta non significant untuk ilmu-ilmu empiris. Masing-masing language-game mempunyai bahasa dan logikanya sendiri. Dari segi tata bahasa, susunannya sama, tetapi maknanya berbeda. Lain bahasa dokter dan lain bahasa cinta. “Obat sulfadiazine itu sama sekali mengubah penyakitku” dan “cinta kekasihku sama sekali mengubah penyakitku”. Kalimat yang pertama significant untuk dokter, tetapi kalimat yang terakhir non significant karena tidak dapat diverikasi dengan stetoskopnta.





Bila Cinta memanggilmu, turutilah bersamanya
Kendati jalan yang mesti engkau lalui sangat keras dan terjal
Ketika sayap-sayapnya merangkulmu, maka berserah dirilah padanya
Sekalipun pedang-pedang yang bersemayam di balik sayap-sayap itu barangkali akan melukaimu
Ketika ia bertutur kepadamu, maka percayalah padanya
Walaupun suaranya akan memporandakan mimpi-mimpimu laksana angin utara
yang meluluh-lantakan tetanaman
Cinta akan memahkotai dan menyalibmu menyuburkan dan mematikanmu
Membumbungkanmu terbang tinggi, menguruk-uruk akar-akarmu sampai tercerabut dari perut bumi
Serupa dengan sekantong gandum, cinta menyatukan dirimu dengan dirinya.



















DAFTAR PUSTAKA
Widodo Wahyu, Manajemen bahasa: pengorganisasian karangan pragmatik dalam bahasa Indonesia untuk mahasiswa dan praktisi bisnis : PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta (2003)

Subiyanto Paulus PPSI: Merawat Pohon Cinta: memaknai relasi yang biasa menjadi luar biasa: PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta (2004)

Snijders Adelbert, Manusia dan Kebenaran, Sebuah Filsafat Pengetahuan: Kanisius (Anggota IKAPI), Yogyakarta (2006)

Mangunsong Edward, Khalil Gibran Ajarilah Bahasa Cinta: PT. Galangpress Grup: Yogyakarta (2007)

Comments