Kedisiplinan Guru Dalam Proses Pembelajaran


A.      Kedisiplinan Guru Dalam Proses Pembelajaran

1.      Kedisiplinan Guru

Menurut Ali Imron berpendapat bahwa kedisiplinan guru adalah suatu keadaan tertib dan teratur yang di miliki guru dalam bekerja di sekolah,tanpa ada pelanggaran-pelanggaran yang merugikan baik secara langsung maupun tidak secara langsung terhadap diri sendiri,teman sejawat dan terhadap sekolah secara keseluruhan.[1]

Menurut Arikunto, tujuan disiplin guru yaitu agar kegiatan sekolah dapat berlangsung secara efektif dalam suasana tenang, tenteram dan setiap guru beserta  karyawan dalam organisasi sekolah merasa puas karena terpenuhi kebutuhannya.[2] Sedangkan Depdikbud 1992 menyatakan bahwa tujuan kedisiplinan guru dapat dibagi menjadi dua bgian yaitu:

a.    Tujuan umum, yaitu agar terlaksana kurikulum secara baik yang menunjang peningkatan mutu pendidikan.

Tujuan khusus yaitu: agar Kepala Sekolah dapat menciptakan suasana kerja yang menggairahkan bagi seluruh peserta warga sekolah, agar guru dapat melaksanakan proses belajar mengajar seoptimal mungkin dengan semua sumber yang ada di sekolah dan di luar sekolah, agar tercipta kerja sama yang erat antara sekolah dengan orang tua siswa dan sekolah dan masyarakat untuk mengemban tugas pendidikan.

2.      Proses Pembelajaran

Menurut Ali Imron berpendapat bahwa kedisiplinan guru adalah suatu keadaan tertib dan teratur yang di miliki guru dalam bekerja di sekolah,tanpa ada pelanggaran-pelanggaran yang merugikan baik secara langsung maupun tidak secara langsung terhadap diri sendiri,teman sejawat dan terhadap sekolah secara keseluruhan.[3]

Menurut Arikunto, tujuan disiplin guru yaitu agar kegiatan sekolah dapat berlangsung secara efektif dalam suasana tenang, tenteram dan setiap guru beserta  karyawan dalam organisasi sekolah merasa puas karena terpenuhi kebutuhannya.[4] Sedangkan Depdikbud 1992 menyatakan bahwa tujuan kedisiplinan guru dapat dibagi menjadi dua bgian yaitu:

b.    Tujuan umum, yaitu agar terlaksana kurikulum secara baik yang menunjang peningkatan mutu pendidikan.

c.    Tujuan khusus yaitu: agar Kepala Sekolah dapat menciptakan suasana kerja yang menggairahkan bagi seluruh peserta warga sekolah, agar guru dapat melaksanakan proses belajar mengajar seoptimal mungkin dengan semua sumber yang ada di sekolah dan di luar sekolah, agar tercipta kerja sama yang erat antara sekolah dengan orang tua siswa dan sekolah dan masyarakat untuk mengemban tugas pendidikan.

 

 

 

3.      Peran dan Tugas Guru Dalam Pembelajaran

a.       Peran Guru

Peran sorang guru tidak terbatas hanya pada penyampaian materi pembelajaran saja, tetapi lebih dari itu, guru harus membentuk kompetensi dan pribadi peserta didik. Sealin itu guru harus berperan sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pelatih, penasehat, pembaharu, model dan teladan, pendorong kreatifitas, mediator, pengawas dan pengendali seluruh perilaku peserta didik.

b.      Tugas Guru dalam pembelajaran

Tugas guru dalam proses pembelajaran meliputi tugas administrasi dan pedagogik. Dalam tugas pedagogik, guru membantu memebimbing, memimpin siswa dalam pembelajaran, membuat perencanaan, melaksanakan, menilai dan mengevaluasi pembelajaran pesrta didik. Sedangkan dalam tugas administratif, berkaitan dengan penyiapan administrasi dalam proses pembelajaran seperti menyusun rencana proses pembelajaran, silabus, pengembngan materi dan alat peraga, media pembelajaran, evaluasi program semester dan tahunan.

c.       Tugas Guru Dalam Mendesain Program Pengajaran

Salah satu tahapan yang harus dilalui oleh guru profesional adalah “menyusun perencanaan pengajaran atau dengan kata lain disebut juga dengan mendesain program pengajaran” proses belajar mengajar merupakan interaksi edukatif yang dilakukan oleh guru dan siswa didalam situasi tertentu.

Mengajar atau lebih spesifik lagu melaksanakan proses belajar mengajar bukanlah suatu pekerjaan yang mudah dan dapat terjadi begitu saja tanpa direncanakan sebelumnya, akan tetapi mengajar itu merupakan suatu kegiatan yang semestinya direncanakan dan diseain sedemikian rupa mengikuti langkah-langkah dan prosedur tertentu, sehingga dengan demikian pelaksanaannya dapat mencapai hasil yang diharapkan.

Mengajar merupakan pekerjaan dan tugas yang kompleks dan sulit. Oleh karena itu tugas dan pekerjaan tersebut memerlukan persiapan dan perencaan yang baik, sehingga dapat mencapai hasil yang diharapkan. Mengajar merupakan tugas yang perlu dipertanggung jawabkan. Dengan demikian ia memerlikan suatu perencaan dan persiapan yang mantap dan dapat dinilai pada akhir kegiatan belajar mengajar.[5]

4.      Kedisiplinan Guru

a.       Pengertian Kedisiplinan Guru

Kedisiplinan guru adalah suatu keadaan tertib dan teratur yang dimiliki guru dalam sekolah tanpa ada pelangaran-pelanggaran yang dapat merugikan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada dirinya, teman sejawatnya dan terhadap sekolah secara keseluruhan sehingga dapat membimbing kearah pertumbuhan keperibadian psesrta didik secara sistematis dan pragmatis supaya mereka hidup sesui tatanan nilai dan norma kehidupan yang baik.[6]

Elisabet B. Hurlock memberikan pengertian, kedisiplinan adalah merupakan sikap mental untuk melakukan hal-hal yang seharusnya pada saat yang tepat dan benar-benar menghargai waktu.[7]

Dalam informasi tentang wawasan wiata mandala, kedisiplinan guru diartikan sebagai sikap mental yang mengandung kerelaan, peraturan dan norma yang berlaku dalam menunaikan tugas dan tangggung jawab.

 

B.     Belajar dan Pembelejaran

a.    Pengertian Belajar

Belajar adalah proses mental yang mengarah pada suatu penguasaan pengetahuan, kecakapan, kebiasaan atau sikap yang semuanya diperoleh, disimpam dan dilaksanakan sehingga menimbulkan tingkah laku baru yang lebih baik.[8]

b.    Hakikat Belajar

Dalam kamus besar bahasa Indonesia dinyatakan bahwa “belajar” adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berlatih, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman.[9] Terdapat banyak ahli yang berusaha mendevinisikan belajar di antaranya adalah:

1.      James O. Wittaker, belajar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman.[10]

2.      Menurut Cronbach belajar adalah ditunjukan oleh perubahan dalam tingkah laku sebagai hasil pengalaman.[11]

3.      Howard L. Kinsley, belajar adalah proses yang dengannya tingkah laku dalam arti yang luas ditimbulkan atau diubah melalui praktik atau latihan.[12]

Dengan nada yang sama Wingkle mamberikan devinisi belajar sebagi berikut: “belajar adalah proses mental yang mengarah pada suatu penguasaan pengetahuan, kecakapan, kebiasaan atau sikap yang semuanya diperoleh, disimpan dan dilaksanakan sehingga melahirkan peruhahan pengetahuan dan tingkah laku.

c.    Prinsip-prinsip belajar

Terdapat beberapa prinsip-prinsip umum yang berkaitan dengan proses belajar yaitu:

1.      Perhatian dan Motivasi

Perhatian memegang peranan penting dalam proses belajar. Tenpa perhatian maka tidak akan ada proses belajar, anak akan memeberikan perhatian, ketika proses belajar sesuai dengan kebutuhannya. Apabila mata pelajaran itu sesui dengan sesuatu yang butuhkan, diperlukan untuk belajar lebih lanjut atau diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, akan membangkitkan motivasi untuk mempelajarinya.

Disamping itu motivasi mempunyai pengaruh besar dalam belajar seseorag. Motivasi adalah mesing penggerak yang mendorong siswa melakukan aktivitas belajarnya. Motivasi juga dapat menjadi alat dan tujuan pemebelajaran.

2.      Keaktifan

Kecenderungan untuk masa sekarang, inisiatif anak untuk belajar muncul dalam dirinya sendiri. Artinya keberhasilan belajar lebih dapat terwuwju jika anak mempunyai inisiatif untuk melakukan akitfitas belajarnya, dan guru berfungsi sebagai pengarah dan pembimbing.

Menurut teori belajar kognitif, belajar menunjukan aktivitas kejiwaan yang tinggi, yaitu dengan mengelola infirmasi yang kita terima, bukan hanya menyimpan saja tanpa adanya informasi. Dengan demikian, seseorang bersifat aktif, konstruktif dan mampu merencanakan sesuatu.[13]

Dalam tataran praksis, keaktifan siswa dapat dilihat dilihat dalam akivitas sehari-hari, misalnya ia sering membaca buku pelajaran, serius menyimak keterangan guru, sering bertanya kepada guru, aktif dalam diskusi kelas, rajin berlatuh dalam penguasaan keterampilan dan lain-lain.

3.      Keterlibatan Langsung dan Berpengalaman

Belajar yang baik adalah belajar dengan mengalami langsung tanpa diwakilkan kepada orang lain. Dalam belajar dengan mengalami langsung siswa dapat menghayati, melibatkan langsung dalam perbuatan dan memiliki tanggung jawab atas keberhasilan belajar itu.[14]

Keterlibatan siswa dalam belajar bukan hanya diartikan sebagai keterlibatan fisik semata, tetapi juga yang diperlukan adalah keterlibatan emosional, kegiatan berpikir, penghayatan dan internalisasi.

4.      Pengulangan

Pengulangan sangat diperlukan dalam belajar. Hal ini berkaitan dengan toeri psikologi daya, yang menyatakan bahwa belajar adalah memilih daya-daya yang ada pada diri manusia, yaitu daya mengingat, mengamati, menanggapi, menghayal, merasakan, berpikir dan lain sebagainya. Dengan cara pengulangan tersebut maka daya-daya tersebut akan berkembang dengan baik.[15]

Disamping itu, pengulangan dalam belajar juga dikemukakan dalam teori keneksionisme atau psikologi asosiasi denga prinsip yang terkenal law of exercise, latihan yang diulang-ulang akan memberikan hasil belajar sesuai denga yang di inginkan.[16]

5.      Tantangan

Dalam teori medan field theory, yang dikemukakan oleh Kurt Lewin, dinyatakan bahwa siswa dalam situasi belajar berada dalam suatu medan atau lapangan psikologis. Dalam situasi belajar, siswa berada dalam tujuan yang ingin dicapai, tetapi selalu mendapat tantangan dan hambatan dalam mempelajari bahan pelajaran. Dengan hambatan dan tantangan itu timbulah motiv untuk mengatasi hambatan itu dengan mempelajari bahan pelajaran tersebut. Apabila hambatan itu dapat teratasi maka siswa akan memasuki medan baru.

6.      Penguatan

Penguatan terutama ditekankan oleh teori belajar operant conditioning dari B.F. Skinner. Siswa akan belajar dengan baik dan bersungguh-sungguh jika mendapat hasil yang baik dan menyenangkan, dan ini berpengaruh baik bagi  usaha belajar selanjutnya.[17]

7.      Perbedaan Individual

Dalam proses belajar guru harus memperharikan perbedaan individual siswa agar dapat menyesuaikan materi, metode, irama, dan tempo penyampaian materi. Bagi siswa yang tingkat kemampuannya rendah, guru harus memberikan perhatian lebih dengan latihan-latihan atau pelajarn tambahan. Sedangkan bagi siswa yang kemampuannya menonjol guru memberikan penugasan yang lebih intensif dari pada siswa yang lain.

8.      Faktor-fkator yang Mempengaruhi Hasil Belajar

a.       Faktor Internal

Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu. Faktor internal meliputi faktor fisiologis dan psikologis:

1.      Faktor Fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu. Faktor fisiologis dibagi menjadi dua yaitu, kondisi fisik dan kondisi panca indera.

2.      Faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang ayng dapat mempengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis yang mempengaruhi proses belajar adalah meinat, bakat, intelegensi atau kecerdasan siswa, motivasi, kemampuan kognitif, kesiapan dan kematangan, perhatia.

b.      Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar individu. Faktor eksternal meliputi faktor lingkungan dan faktor instrumen.[18]

1.      Faktor lingkungan

Lingkungan yang mempengaruhi proses dan hasil belajar terdiri dari dua macam, yaitu:

2.      Lingkungan alami

Lingkuangan alami adalah tempat dimana seseorang atau peserta didik tinggal. Bagi seseorang yang belajar atau psesrta didik, keadaan lingkungan cukup memberikan pengaruh terhadap proses dan hasil belajar. Keadaan lingkungan yang bersih, sejuk dan nyaman tentunya akan menimbulkan semangat dan kenyamanan dalam proses belajar.

3.      Sosial budaya

Sebagai anggota masyarakat, anak didik tidak bisa lepas dari ikatan sosial. Sistem sosial yang terbentuk mengikat perilaku anak didik untuk tunduk pada norma-norma sosial, susila dan hukum yang berlaku dalam masyarakat. Ketika anak didik berada disekolah, peraturan dan tata tertib sekolah harus ditaati. Pelanggaran yang dilakukan anak didik akan dikenai sanksi dengan jenis pelanggaran.[19]

c.       Faktor instrumental

Prosess dan hasil peserta didik dalam belajar juga dipengaruhi oleh beberapa instrumen diantaranya :

a.       Kurikulum

Kurikulum adalah rencana pembelajaran yang merupakan substansi dalam pendidikan. Tanpa adanya kurikum,  kegiatan pembelajaran tak dapat berlangsung. Bahan pelajaran yang harus dipelajari, bagaimana sistem dan pola pembelajaran sampai pada evaluasi hasil pembelajaran, semuanya dijabarkan dalam kurikulum.

b.        Program

Salah satu tujuan dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran adalah agar kegiatan belajar dan pembelajaran dapat berjalan efektif sesuai harapan dan hasilnya maksimal.

c.       Sarana dan prasarana

Seseorang yang belajara dengan fasilitas yang cukup dan memadai tentunya akan mendapatkan hasil yang maksimal.

d.      Guru

Guru merupakan unsur manusiawi dalam pendidikan. Kehadiran guru mutlak diperlukan dalam kegiatan belajar. Seseorang yang belajar tanpa adanya guru juga tidak mungkin mendapatkan hasil yang maksimal.  

C.    Mengajar

a.       Pengertian Mengajar

Dalam kamus besar bahasa Indonesia dinyatakan bahwa “mengajar” adalah memberi pelajaran, melatih dan sebagainya.[20] Menurut Nana Sudjana dalam Djamarah menyatakan bahwa “mengajar” adalah proses memberikan bimbingan atau bantuan kepada anak didik, sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong anak didik dalam melakukan proses belajar.[21] Djamarah mengemukakan bahwa “mengajar” adalah proses mengatur, mengorganisasikan lingkungan disekitar anak didik, sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong anak didik melakukan proses belajar.[22]

a.    Hakikat Hakikat Mengajar

b.    Prinsip-Prinsip Mengajar

c.    Tujuan Mengajar

d.   Hasil mengajar

e.    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Pembelajaran

 

 

 

D.    Mata Pelajaran Akidah Akhlak

1.    Pengertian Mata Pelajaran Akidah Akhlak

Mata pelajaran akidah akhlak adalah merupakan cabang dari pendidikan agama islam pada madrasah, menurut Zakiyah Drajat, pendidikan agama islam adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa memahami ajaran islam secara menyeluruh. Lalu menghayati tujuan yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan islam sebagai pandangan hidup.[23]

Akidah akhlak dilihat dari segi bahasa secara etimologi berarti “ikatan”.akida seseorang, artinya ikatan seseorang dengan sesuatu.kata akidah berasala dari bahasa arab aqoda,ya’kudu,akidatan.[24]

Sedangkan menurut istilah akidah yaitu keyakinan atau kepercayaan terhadap sesuatu yang dalam setiap hati seseorang yang membuat hati tenang dalam islam akidah ini kemudian melahirkan iman,menurut AL RAZALI, sebagaimana dikutip oleh hamdan ihsan dan A.fuad, iman adalah mengucapkan dengan lidah mengakui kebenarannya dengan hati dan mengamalkan dengan anggota badan.[25]

Muhaimin mengambarkan ciri-ciri akidah akhlak sebagai berikut:

1.    Akidah didasarkan pada keyakinan hati, tidak yang serba rasional, sebab ada masalah tertentu yang tidak rasional dalam akidah.

2.    Akidah islam sesuai dengan fitrah manusia sehingah pelaksanaan akidah menimbulkan keterangan dan ketenteraman.

3.    Akidah islam diasumsikan sebagai perjanjian yang kokoh, maka dalam pelaksanaannya akidah harus penuh dengan keyakinaan tanpa disertai dengan kebimbangan dan keraguan.

4.    Akidah islam tidak hanya diyakini,lebih lanjut perlu pengucapan dengan kalimat “thayyibah” dan diamalkan dengan perbuatan yang saleh.

5.    Keyakinan dalm akidah islam merupakan masalah yang supraempiris, maka dalil yang digunakan dalam pencarian kebenaran.tidak hanya berdasarkan indra dan kemampuan manusia melainkan membutuhkan usaha yang dibawah oleh Rasul  Allah.[26]

Dilihat dari segi bahasa perkataan akhlak adalah bentuk jamak dari bentuk kata khuluqun yang artinya budi pekerti, tingkah laku dan tabbiat.[27]

Kalimat tersebut mengungkap segi-segi persesuain dengan perkataan kholqun yang berarti kejadian, serta erat hubungannya dengan kholiq yang berarti pencipta dan makhluk yang berarti diciptakan.[28]  

Kemudian ibnu athir sebagai mana yang diungkapakan oleh Humaindi Tatapangngarsa mengatakan hakikat khuluk itu adalah gambaran bantin manusia yang tepat sikap dan sifat-sifatnya, sedangkan kholqu merupakan gambaran bentuk luarnya, raut muka, warna kulit, tinggi rendahnya tubuh dan lain sebagainya.[29]

Menurut bahasa yunani istilah akhlak dipengaruhi istilah Ethos, atau Ethicos atau etika yang mengandung arti usaha manusia untuk memakai akal budi dan daya, pikirannya untuk memecahkan masalah bagaimana iya harus hidup dan menjadi baik. Etika itu adalah sebuah ilmu bukan sebuah ajaran.[30]

Adapun secara terminologi ada bebrapa pengertian yang telah dikemukakan oleh para ahli diantaranya:

1.    Ibnu Maskawaihi memberikan pengertian akhlak memberikan pengertian akhlak sebagaimana yang dikutip oleh Humaidi Tatapangarsa akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya melakukan perubuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran terlebih dahulu.[31]

2.    Hamid Yunus sebagaimana yang dikutip oleh asmaran mengatakan bahwa akhlak adalah sifat-sifat manusia yang terdidik.[32]

3.    Abdullah Diros berpendapat bahwa akhlak yakni suatu kekuatan dalam kehendak yang mantap, kekuatan dan kehendak berkombinasi membawa kecenderungan pada pilihan benar dan salah. Menurut Diros perbuatan-perbuatan manusia dapat di anggap sebagai manifestasi dari akhlak apabila memenuhi dua syarat yaitu; pertama perbuatan yang dilakukan berulang kali dalam bentuk yang sama sehingga menjadi kebiasaan. Kedua peruatan tersebut bukan karena tekanan dan dilakukan atas dorongan emosi jiwanya seperti paksaan dari orang lain yang menimbulkan kekuatan, atau bujukan dengan harapan yang indah dan lain sebagainya.[33]

Dari pengertian diatas dapat diketahui kegunaan akhlak yang pertama adalah hungan dengan iman manusia, sedangkan yang kedua berhungan dengan ibadah yang merupaka perwujudan iman, apabila dua hal ini terpisah maka, akhlak akan merusak kemurniaan jiwa dan kehidupan manusia.

Untuk mengembangakan akidah akhlak bagi siswa diperlukan modifikasi unsur-unsur moral dengan faktor-faktor budaya dimana anak tinggal. Program pengajaran moral seharusnya disesuaikan denan karakteristik siswa tersebut, yang termaksud unsur moral adalah penalaran moral, perasaan, perilaku morel serta kepercayaan iman.[34]

Pendidikan akidah akhlak adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati dan mengimani Allah SWT dan merealisasikannya dalam perilaku akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan Al-Qur;an dan Hadits melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan serta pengunaan pengalaman. Dibarengi tutunan untuk menghormati agama lain dan hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa.[35] Peranan dan efektivitas pendidikan agama di madrasah sebagai landasa bagi pengembangan spiritual terhadap kesejatraan masyarakat harus ditingkatkan, karena jika pendidikan agama islam yang meliputi: akidah akhlak, Qur’an hadits, fiqih, sejarah kebudayaan islam,dan bahasa arab yang dijadikan sebagai landasan pengembangan nilai spiritual dilakukan dengan baik, maka kehidupan masyarakat akan lebih baik.

Pendidikan atau mata pelajaran akidah akhlak di madrasah aliyah sebagai bagian integral dari pendidikan agama islam, memang bukan satu-satunya faktor yang menentukan dalam pembentukan watak dan kepribadian siswa. Tetapi secara substansi mata pelajaran akidah akhlak memiliki kontribusi dalam memberikan motivasi kepada peserta didik untuk mempraktekkan nilai-nilai keyakinaan keagamaan tauhid dan akhlakul karimah dalam kehidupan sehari-hari.

Oleh karena itu setelah mempelajari materi akidah akhlak, siswa diharapkan dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari dan sebagai salah satu pedoman hidupnya.[36]

 

2.    Tujuan mata pelajaran akidah akhlak

Tujuan pendidikan merupakan suatu faktor yang sangat penting dalam pendidikan, karena tujuan merupakan arah yang hendak dicapai atau hendak ditujuh oleh pendidikan. Demikian halnya dengan pendidikan agam islam, maka tujuan pendidikan agama islam itu adalah tujuan yang ingin dicapai oleh pendidikan agama islam dalam kegiatan pelaksanaan pendidikan islam.

Dalam pasal 3 UU RI No 20 Tahun 2003 tentang sisitem pendidikan Nasional dinyatakan bahwa tujuan pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangannya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa.

Tentang tujuan pendidikan nasional dengan tujuan pendidikan agama islam tidak jauh berbedah. Pendidikan agama islam disekolah atau madrasah bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian dann pemupukan pengetahuan, penghayatan, serta pengalaman peserta didik tentang agama islam sehinggah menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketakwaan, beerbangsa dan bernegara, serata untuk dapat melanjutkan pada jenjang yang lebih tinggi.[37] Jadi mata pelajaran akidah akhlak bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan siswa yang diwujudkan dalam akhlak terpuji.

 

3.    Fungsi dan ruang lingkup mata pelajaran akidah akhlak

Funsi pendidikan agama islam merupakan kegunaan pendidikan agama islam khususnya pada peserta didik, karena tanpa adanya fungsi dan kegunaan agama islam maka tidak akan tercapai tujuan pendidikan agama islam itu sendiri. Fungsi pendidikan agama islam khususnya mata pelajaran akidah akhlak di madrasah berfungsi sebagai berikut:

1.    Penanaman nilai ajaran islam sebagai pedoman mencapai kebahagiaan hidup didunia dan di akhirat

2.    Pengembangan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT serta akhlak mulia peserta didik seoptimal mungkin, yang telah ditanamkan lebih dahulu dalam lingkungan keluarga.

3.    Penyusuain mental peserta didik terhadap lingkungan fisik dan sosial melalui pendidikan akhida akhlak.

4.    Perbaikan kesalahan-kesalahan dan kelemahan peserta didik dalam keyakinan pengalaman ajaran islam dalam kehidupan sehari-hari.

5.    Pencegahan peserta didik dari hal-hal negatif dari lingkungannya atau dari budaya asing yang akan dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari.

6.    Pengajaran tentang informasi dan pengetahuan keimanan dan akhlak, serta sistem dan fungsinya.

7.     Penyaluran siswa untuk mendalami akidah akhlak kelembaga pendidikan yang lebih tinggi.[38]

Cakupan pembahasan kurikulum dan hasil belajar pendidikan akidah akhlak di madrasah aliyah meliputi:pertama akidah terdiri atas keiimanan atas sifat wajib, mustahil dan jaiz Allah, keimana kepada kitab-kitab Allah, Rasul-rasul Allah, sifat-sifat dan mu’jizatnya, dan hari akhir. Kedua, aspek akhlak terpui yang terdiri atas khauf, raja’, taubat, tawadlu, ikhlas, bertauhid, inovatif, kreatif, percaya diri, tekat yang kuat, taaruf, taawun, tasamuh, jujur, adil, amanah, menepati janji, dan bermusyawarah. Ketiga, aspek akhlak tercelah meliputi kufur, syirik, munafik, namimah, dan gibah.

 



[1] Ali Imron, Pembinaan Guru di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Jaya 1995)

[2] Suharsimi Arikunto, Dasar Dasar Evaluasi Pendidikan. (Jakarta: Bumi Aksara 2004)

[3] Ali Imron, Pembinaan Guru di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Jaya 1995)

[4] Suharsimi Arikunto, Dasar Dasar Evaluasi Pendidikan. (Jakarta: Bumi Aksara 2004)

[5] Syafrudin Nurdin, ep. Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, Cet. Ke I, (Ciputat Pers, Jakarta, 2002), hal 86

[6] Oteng Sutrisno, Administrasi Pendidikan Dasar Teoritis dan Praktek Profesional (Bandung: Angkasa, 1985) hlm.97

[7] Elisabet B. Hurlock, Psikologi Anak Jilid 2, (Jakarta: Erlangga, 1996)

[8] W. S. Winkle, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Gramedia 1983), hlm. 162

[9] Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka 2005)

[10] Asri Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran, (Jakart: Rineka Cipta, 2012)

[11] Suciati dan Irawan, Teori Belajar dan Motivasi, (Jakarta: Departeman Pendidikan Nasional, 2001)

[12] Ibid, hlm 21

[13] Miftahul Huda, Copertive Learning Metode, Teknik, Struktur dan Model Penerapan, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2015)

[14] Omar Hamalik, Psikologi Belajar dan Mengajar, (Bandung: Sinar Baru, 2000)

[15] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002)

[16] Wasti Sumanto, Psikologi Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 1990)

[17] Dimyati, Belajar dan Pembelajaran (Jakarta: Bumi Aksara, 20014)

[18] Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hal 98-99

[19] Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hal. 179

[20] Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka 2005)

 

[21] Syaiful Bahri Djamarah, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hlm, 39.

[22] Ibid, hlm 39

[23] Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005), hlm, 130.

[24] Taufik Yumansyah, Buku Akida Kkhlak cetakan pertama, (Jakarta; Raja Grafindo Media Pratama,2008),hal.3.

[25]  Hamdan Ihsan dan A.Fuad, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung;Pustaka Setia,2007),hal.235.

[26]  Muhaimin, wawasan studi islam, (jakarta: kencana wardana media, 2005),hal.259.

[27]  Zahruddin A.R dan Hasanudin Sinaga, Pengantar Studi Akhlak, (jakarta: PT. Raja grapindo persada, 2004),hal.1.

[28]  Syaikh Muatofa, qoa’idul Lugha, (wajiratul ma’arif Al-umumiah),hal.41.

[29]  Humaidi Tatapangarsa, pengantar kuliah akhalak, (surabaya: PT. Bina Ilmu, 1984),hal.32.

[30]  Zahruddin A.R dan Hasanudin Sinaga, pengantar studi akhlak...,hal.3

[31]  Humaidi Tatapangarsa,op.Cit., hal.14.

[32]  Asmaran, pengantar studi akhlak, (jakarta: raja wali press, 1992),hal.1.

[33]  Humaidi Tatapangarsa,op.Cit., hal.16.

[34]  Asri Budiningsi, Pembelajaran Moral, (Jakarta: Asdi Mahastya, 2004), hal.10.

[35]  Tim Perumus Cipayung, pengelolaaan kurikulum berbasis madrasah(mata pelajaran akidah akhlak untuk madrasah aliyah), (departemen agama RI, 2003), Hal.1

[36]  Ibid.,hal.1.

[37]  Abdul Majid dan Dian Andayani, pendidikan agama islam berbasisi kopetensi konsep implementasi kurikulum 2004,(bandung: remaja rosda karya 2005),hal. 135.

[38]  Tim Perumus Cipayung,  kurikulum berbasisi madrasah mata pelajaran akidah akhlak untuk madrasah aliyah (departemen agama RI, 2003),hal.1.

A.      Kedisiplinan Guru Dalam Proses Pembelajaran

1.      Kedisiplinan Guru

Menurut Ali Imron berpendapat bahwa kedisiplinan guru adalah suatu keadaan tertib dan teratur yang di miliki guru dalam bekerja di sekolah,tanpa ada pelanggaran-pelanggaran yang merugikan baik secara langsung maupun tidak secara langsung terhadap diri sendiri,teman sejawat dan terhadap sekolah secara keseluruhan.[1]

Menurut Arikunto, tujuan disiplin guru yaitu agar kegiatan sekolah dapat berlangsung secara efektif dalam suasana tenang, tenteram dan setiap guru beserta  karyawan dalam organisasi sekolah merasa puas karena terpenuhi kebutuhannya.[2] Sedangkan Depdikbud 1992 menyatakan bahwa tujuan kedisiplinan guru dapat dibagi menjadi dua bgian yaitu:

a.    Tujuan umum, yaitu agar terlaksana kurikulum secara baik yang menunjang peningkatan mutu pendidikan.

Tujuan khusus yaitu: agar Kepala Sekolah dapat menciptakan suasana kerja yang menggairahkan bagi seluruh peserta warga sekolah, agar guru dapat melaksanakan proses belajar mengajar seoptimal mungkin dengan semua sumber yang ada di sekolah dan di luar sekolah, agar tercipta kerja sama yang erat antara sekolah dengan orang tua siswa dan sekolah dan masyarakat untuk mengemban tugas pendidikan.

2.      Proses Pembelajaran

Menurut Ali Imron berpendapat bahwa kedisiplinan guru adalah suatu keadaan tertib dan teratur yang di miliki guru dalam bekerja di sekolah,tanpa ada pelanggaran-pelanggaran yang merugikan baik secara langsung maupun tidak secara langsung terhadap diri sendiri,teman sejawat dan terhadap sekolah secara keseluruhan.[3]

Menurut Arikunto, tujuan disiplin guru yaitu agar kegiatan sekolah dapat berlangsung secara efektif dalam suasana tenang, tenteram dan setiap guru beserta  karyawan dalam organisasi sekolah merasa puas karena terpenuhi kebutuhannya.[4] Sedangkan Depdikbud 1992 menyatakan bahwa tujuan kedisiplinan guru dapat dibagi menjadi dua bgian yaitu:

b.    Tujuan umum, yaitu agar terlaksana kurikulum secara baik yang menunjang peningkatan mutu pendidikan.

c.    Tujuan khusus yaitu: agar Kepala Sekolah dapat menciptakan suasana kerja yang menggairahkan bagi seluruh peserta warga sekolah, agar guru dapat melaksanakan proses belajar mengajar seoptimal mungkin dengan semua sumber yang ada di sekolah dan di luar sekolah, agar tercipta kerja sama yang erat antara sekolah dengan orang tua siswa dan sekolah dan masyarakat untuk mengemban tugas pendidikan.

 

 

 

3.      Peran dan Tugas Guru Dalam Pembelajaran

a.       Peran Guru

Peran sorang guru tidak terbatas hanya pada penyampaian materi pembelajaran saja, tetapi lebih dari itu, guru harus membentuk kompetensi dan pribadi peserta didik. Sealin itu guru harus berperan sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pelatih, penasehat, pembaharu, model dan teladan, pendorong kreatifitas, mediator, pengawas dan pengendali seluruh perilaku peserta didik.

b.      Tugas Guru dalam pembelajaran

Tugas guru dalam proses pembelajaran meliputi tugas administrasi dan pedagogik. Dalam tugas pedagogik, guru membantu memebimbing, memimpin siswa dalam pembelajaran, membuat perencanaan, melaksanakan, menilai dan mengevaluasi pembelajaran pesrta didik. Sedangkan dalam tugas administratif, berkaitan dengan penyiapan administrasi dalam proses pembelajaran seperti menyusun rencana proses pembelajaran, silabus, pengembngan materi dan alat peraga, media pembelajaran, evaluasi program semester dan tahunan.

c.       Tugas Guru Dalam Mendesain Program Pengajaran

Salah satu tahapan yang harus dilalui oleh guru profesional adalah “menyusun perencanaan pengajaran atau dengan kata lain disebut juga dengan mendesain program pengajaran” proses belajar mengajar merupakan interaksi edukatif yang dilakukan oleh guru dan siswa didalam situasi tertentu.

Mengajar atau lebih spesifik lagu melaksanakan proses belajar mengajar bukanlah suatu pekerjaan yang mudah dan dapat terjadi begitu saja tanpa direncanakan sebelumnya, akan tetapi mengajar itu merupakan suatu kegiatan yang semestinya direncanakan dan diseain sedemikian rupa mengikuti langkah-langkah dan prosedur tertentu, sehingga dengan demikian pelaksanaannya dapat mencapai hasil yang diharapkan.

Mengajar merupakan pekerjaan dan tugas yang kompleks dan sulit. Oleh karena itu tugas dan pekerjaan tersebut memerlukan persiapan dan perencaan yang baik, sehingga dapat mencapai hasil yang diharapkan. Mengajar merupakan tugas yang perlu dipertanggung jawabkan. Dengan demikian ia memerlikan suatu perencaan dan persiapan yang mantap dan dapat dinilai pada akhir kegiatan belajar mengajar.[5]

4.      Kedisiplinan Guru

a.       Pengertian Kedisiplinan Guru

Kedisiplinan guru adalah suatu keadaan tertib dan teratur yang dimiliki guru dalam sekolah tanpa ada pelangaran-pelanggaran yang dapat merugikan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada dirinya, teman sejawatnya dan terhadap sekolah secara keseluruhan sehingga dapat membimbing kearah pertumbuhan keperibadian psesrta didik secara sistematis dan pragmatis supaya mereka hidup sesui tatanan nilai dan norma kehidupan yang baik.[6]

Elisabet B. Hurlock memberikan pengertian, kedisiplinan adalah merupakan sikap mental untuk melakukan hal-hal yang seharusnya pada saat yang tepat dan benar-benar menghargai waktu.[7]

Dalam informasi tentang wawasan wiata mandala, kedisiplinan guru diartikan sebagai sikap mental yang mengandung kerelaan, peraturan dan norma yang berlaku dalam menunaikan tugas dan tangggung jawab.

 

B.     Belajar dan Pembelejaran

a.    Pengertian Belajar

Belajar adalah proses mental yang mengarah pada suatu penguasaan pengetahuan, kecakapan, kebiasaan atau sikap yang semuanya diperoleh, disimpam dan dilaksanakan sehingga menimbulkan tingkah laku baru yang lebih baik.[8]

b.    Hakikat Belajar

Dalam kamus besar bahasa Indonesia dinyatakan bahwa “belajar” adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berlatih, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman.[9] Terdapat banyak ahli yang berusaha mendevinisikan belajar di antaranya adalah:

1.      James O. Wittaker, belajar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman.[10]

2.      Menurut Cronbach belajar adalah ditunjukan oleh perubahan dalam tingkah laku sebagai hasil pengalaman.[11]

3.      Howard L. Kinsley, belajar adalah proses yang dengannya tingkah laku dalam arti yang luas ditimbulkan atau diubah melalui praktik atau latihan.[12]

Dengan nada yang sama Wingkle mamberikan devinisi belajar sebagi berikut: “belajar adalah proses mental yang mengarah pada suatu penguasaan pengetahuan, kecakapan, kebiasaan atau sikap yang semuanya diperoleh, disimpan dan dilaksanakan sehingga melahirkan peruhahan pengetahuan dan tingkah laku.

c.    Prinsip-prinsip belajar

Terdapat beberapa prinsip-prinsip umum yang berkaitan dengan proses belajar yaitu:

1.      Perhatian dan Motivasi

Perhatian memegang peranan penting dalam proses belajar. Tenpa perhatian maka tidak akan ada proses belajar, anak akan memeberikan perhatian, ketika proses belajar sesuai dengan kebutuhannya. Apabila mata pelajaran itu sesui dengan sesuatu yang butuhkan, diperlukan untuk belajar lebih lanjut atau diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, akan membangkitkan motivasi untuk mempelajarinya.

Disamping itu motivasi mempunyai pengaruh besar dalam belajar seseorag. Motivasi adalah mesing penggerak yang mendorong siswa melakukan aktivitas belajarnya. Motivasi juga dapat menjadi alat dan tujuan pemebelajaran.

2.      Keaktifan

Kecenderungan untuk masa sekarang, inisiatif anak untuk belajar muncul dalam dirinya sendiri. Artinya keberhasilan belajar lebih dapat terwuwju jika anak mempunyai inisiatif untuk melakukan akitfitas belajarnya, dan guru berfungsi sebagai pengarah dan pembimbing.

Menurut teori belajar kognitif, belajar menunjukan aktivitas kejiwaan yang tinggi, yaitu dengan mengelola infirmasi yang kita terima, bukan hanya menyimpan saja tanpa adanya informasi. Dengan demikian, seseorang bersifat aktif, konstruktif dan mampu merencanakan sesuatu.[13]

Dalam tataran praksis, keaktifan siswa dapat dilihat dilihat dalam akivitas sehari-hari, misalnya ia sering membaca buku pelajaran, serius menyimak keterangan guru, sering bertanya kepada guru, aktif dalam diskusi kelas, rajin berlatuh dalam penguasaan keterampilan dan lain-lain.

3.      Keterlibatan Langsung dan Berpengalaman

Belajar yang baik adalah belajar dengan mengalami langsung tanpa diwakilkan kepada orang lain. Dalam belajar dengan mengalami langsung siswa dapat menghayati, melibatkan langsung dalam perbuatan dan memiliki tanggung jawab atas keberhasilan belajar itu.[14]

Keterlibatan siswa dalam belajar bukan hanya diartikan sebagai keterlibatan fisik semata, tetapi juga yang diperlukan adalah keterlibatan emosional, kegiatan berpikir, penghayatan dan internalisasi.

4.      Pengulangan

Pengulangan sangat diperlukan dalam belajar. Hal ini berkaitan dengan toeri psikologi daya, yang menyatakan bahwa belajar adalah memilih daya-daya yang ada pada diri manusia, yaitu daya mengingat, mengamati, menanggapi, menghayal, merasakan, berpikir dan lain sebagainya. Dengan cara pengulangan tersebut maka daya-daya tersebut akan berkembang dengan baik.[15]

Disamping itu, pengulangan dalam belajar juga dikemukakan dalam teori keneksionisme atau psikologi asosiasi denga prinsip yang terkenal law of exercise, latihan yang diulang-ulang akan memberikan hasil belajar sesuai denga yang di inginkan.[16]

5.      Tantangan

Dalam teori medan field theory, yang dikemukakan oleh Kurt Lewin, dinyatakan bahwa siswa dalam situasi belajar berada dalam suatu medan atau lapangan psikologis. Dalam situasi belajar, siswa berada dalam tujuan yang ingin dicapai, tetapi selalu mendapat tantangan dan hambatan dalam mempelajari bahan pelajaran. Dengan hambatan dan tantangan itu timbulah motiv untuk mengatasi hambatan itu dengan mempelajari bahan pelajaran tersebut. Apabila hambatan itu dapat teratasi maka siswa akan memasuki medan baru.

6.      Penguatan

Penguatan terutama ditekankan oleh teori belajar operant conditioning dari B.F. Skinner. Siswa akan belajar dengan baik dan bersungguh-sungguh jika mendapat hasil yang baik dan menyenangkan, dan ini berpengaruh baik bagi  usaha belajar selanjutnya.[17]

7.      Perbedaan Individual

Dalam proses belajar guru harus memperharikan perbedaan individual siswa agar dapat menyesuaikan materi, metode, irama, dan tempo penyampaian materi. Bagi siswa yang tingkat kemampuannya rendah, guru harus memberikan perhatian lebih dengan latihan-latihan atau pelajarn tambahan. Sedangkan bagi siswa yang kemampuannya menonjol guru memberikan penugasan yang lebih intensif dari pada siswa yang lain.

8.      Faktor-fkator yang Mempengaruhi Hasil Belajar

a.       Faktor Internal

Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu. Faktor internal meliputi faktor fisiologis dan psikologis:

1.      Faktor Fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu. Faktor fisiologis dibagi menjadi dua yaitu, kondisi fisik dan kondisi panca indera.

2.      Faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang ayng dapat mempengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis yang mempengaruhi proses belajar adalah meinat, bakat, intelegensi atau kecerdasan siswa, motivasi, kemampuan kognitif, kesiapan dan kematangan, perhatia.

b.      Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar individu. Faktor eksternal meliputi faktor lingkungan dan faktor instrumen.[18]

1.      Faktor lingkungan

Lingkungan yang mempengaruhi proses dan hasil belajar terdiri dari dua macam, yaitu:

2.      Lingkungan alami

Lingkuangan alami adalah tempat dimana seseorang atau peserta didik tinggal. Bagi seseorang yang belajar atau psesrta didik, keadaan lingkungan cukup memberikan pengaruh terhadap proses dan hasil belajar. Keadaan lingkungan yang bersih, sejuk dan nyaman tentunya akan menimbulkan semangat dan kenyamanan dalam proses belajar.

3.      Sosial budaya

Sebagai anggota masyarakat, anak didik tidak bisa lepas dari ikatan sosial. Sistem sosial yang terbentuk mengikat perilaku anak didik untuk tunduk pada norma-norma sosial, susila dan hukum yang berlaku dalam masyarakat. Ketika anak didik berada disekolah, peraturan dan tata tertib sekolah harus ditaati. Pelanggaran yang dilakukan anak didik akan dikenai sanksi dengan jenis pelanggaran.[19]

c.       Faktor instrumental

Prosess dan hasil peserta didik dalam belajar juga dipengaruhi oleh beberapa instrumen diantaranya :

a.       Kurikulum

Kurikulum adalah rencana pembelajaran yang merupakan substansi dalam pendidikan. Tanpa adanya kurikum,  kegiatan pembelajaran tak dapat berlangsung. Bahan pelajaran yang harus dipelajari, bagaimana sistem dan pola pembelajaran sampai pada evaluasi hasil pembelajaran, semuanya dijabarkan dalam kurikulum.

b.        Program

Salah satu tujuan dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran adalah agar kegiatan belajar dan pembelajaran dapat berjalan efektif sesuai harapan dan hasilnya maksimal.

c.       Sarana dan prasarana

Seseorang yang belajara dengan fasilitas yang cukup dan memadai tentunya akan mendapatkan hasil yang maksimal.

d.      Guru

Guru merupakan unsur manusiawi dalam pendidikan. Kehadiran guru mutlak diperlukan dalam kegiatan belajar. Seseorang yang belajar tanpa adanya guru juga tidak mungkin mendapatkan hasil yang maksimal.  

C.    Mengajar

a.       Pengertian Mengajar

Dalam kamus besar bahasa Indonesia dinyatakan bahwa “mengajar” adalah memberi pelajaran, melatih dan sebagainya.[20] Menurut Nana Sudjana dalam Djamarah menyatakan bahwa “mengajar” adalah proses memberikan bimbingan atau bantuan kepada anak didik, sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong anak didik dalam melakukan proses belajar.[21] Djamarah mengemukakan bahwa “mengajar” adalah proses mengatur, mengorganisasikan lingkungan disekitar anak didik, sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong anak didik melakukan proses belajar.[22]

a.    Hakikat Hakikat Mengajar

b.    Prinsip-Prinsip Mengajar

c.    Tujuan Mengajar

d.   Hasil mengajar

e.    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Pembelajaran

 

 

 

D.    Mata Pelajaran Akidah Akhlak

1.    Pengertian Mata Pelajaran Akidah Akhlak

Mata pelajaran akidah akhlak adalah merupakan cabang dari pendidikan agama islam pada madrasah, menurut Zakiyah Drajat, pendidikan agama islam adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa memahami ajaran islam secara menyeluruh. Lalu menghayati tujuan yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan islam sebagai pandangan hidup.[23]

Akidah akhlak dilihat dari segi bahasa secara etimologi berarti “ikatan”.akida seseorang, artinya ikatan seseorang dengan sesuatu.kata akidah berasala dari bahasa arab aqoda,ya’kudu,akidatan.[24]

Sedangkan menurut istilah akidah yaitu keyakinan atau kepercayaan terhadap sesuatu yang dalam setiap hati seseorang yang membuat hati tenang dalam islam akidah ini kemudian melahirkan iman,menurut AL RAZALI, sebagaimana dikutip oleh hamdan ihsan dan A.fuad, iman adalah mengucapkan dengan lidah mengakui kebenarannya dengan hati dan mengamalkan dengan anggota badan.[25]

Muhaimin mengambarkan ciri-ciri akidah akhlak sebagai berikut:

1.    Akidah didasarkan pada keyakinan hati, tidak yang serba rasional, sebab ada masalah tertentu yang tidak rasional dalam akidah.

2.    Akidah islam sesuai dengan fitrah manusia sehingah pelaksanaan akidah menimbulkan keterangan dan ketenteraman.

3.    Akidah islam diasumsikan sebagai perjanjian yang kokoh, maka dalam pelaksanaannya akidah harus penuh dengan keyakinaan tanpa disertai dengan kebimbangan dan keraguan.

4.    Akidah islam tidak hanya diyakini,lebih lanjut perlu pengucapan dengan kalimat “thayyibah” dan diamalkan dengan perbuatan yang saleh.

5.    Keyakinan dalm akidah islam merupakan masalah yang supraempiris, maka dalil yang digunakan dalam pencarian kebenaran.tidak hanya berdasarkan indra dan kemampuan manusia melainkan membutuhkan usaha yang dibawah oleh Rasul  Allah.[26]

Dilihat dari segi bahasa perkataan akhlak adalah bentuk jamak dari bentuk kata khuluqun yang artinya budi pekerti, tingkah laku dan tabbiat.[27]

Kalimat tersebut mengungkap segi-segi persesuain dengan perkataan kholqun yang berarti kejadian, serta erat hubungannya dengan kholiq yang berarti pencipta dan makhluk yang berarti diciptakan.[28]  

Kemudian ibnu athir sebagai mana yang diungkapakan oleh Humaindi Tatapangngarsa mengatakan hakikat khuluk itu adalah gambaran bantin manusia yang tepat sikap dan sifat-sifatnya, sedangkan kholqu merupakan gambaran bentuk luarnya, raut muka, warna kulit, tinggi rendahnya tubuh dan lain sebagainya.[29]

Menurut bahasa yunani istilah akhlak dipengaruhi istilah Ethos, atau Ethicos atau etika yang mengandung arti usaha manusia untuk memakai akal budi dan daya, pikirannya untuk memecahkan masalah bagaimana iya harus hidup dan menjadi baik. Etika itu adalah sebuah ilmu bukan sebuah ajaran.[30]

Adapun secara terminologi ada bebrapa pengertian yang telah dikemukakan oleh para ahli diantaranya:

1.    Ibnu Maskawaihi memberikan pengertian akhlak memberikan pengertian akhlak sebagaimana yang dikutip oleh Humaidi Tatapangarsa akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya melakukan perubuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran terlebih dahulu.[31]

2.    Hamid Yunus sebagaimana yang dikutip oleh asmaran mengatakan bahwa akhlak adalah sifat-sifat manusia yang terdidik.[32]

3.    Abdullah Diros berpendapat bahwa akhlak yakni suatu kekuatan dalam kehendak yang mantap, kekuatan dan kehendak berkombinasi membawa kecenderungan pada pilihan benar dan salah. Menurut Diros perbuatan-perbuatan manusia dapat di anggap sebagai manifestasi dari akhlak apabila memenuhi dua syarat yaitu; pertama perbuatan yang dilakukan berulang kali dalam bentuk yang sama sehingga menjadi kebiasaan. Kedua peruatan tersebut bukan karena tekanan dan dilakukan atas dorongan emosi jiwanya seperti paksaan dari orang lain yang menimbulkan kekuatan, atau bujukan dengan harapan yang indah dan lain sebagainya.[33]

Dari pengertian diatas dapat diketahui kegunaan akhlak yang pertama adalah hungan dengan iman manusia, sedangkan yang kedua berhungan dengan ibadah yang merupaka perwujudan iman, apabila dua hal ini terpisah maka, akhlak akan merusak kemurniaan jiwa dan kehidupan manusia.

Untuk mengembangakan akidah akhlak bagi siswa diperlukan modifikasi unsur-unsur moral dengan faktor-faktor budaya dimana anak tinggal. Program pengajaran moral seharusnya disesuaikan denan karakteristik siswa tersebut, yang termaksud unsur moral adalah penalaran moral, perasaan, perilaku morel serta kepercayaan iman.[34]

Pendidikan akidah akhlak adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati dan mengimani Allah SWT dan merealisasikannya dalam perilaku akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan Al-Qur;an dan Hadits melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan serta pengunaan pengalaman. Dibarengi tutunan untuk menghormati agama lain dan hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa.[35] Peranan dan efektivitas pendidikan agama di madrasah sebagai landasa bagi pengembangan spiritual terhadap kesejatraan masyarakat harus ditingkatkan, karena jika pendidikan agama islam yang meliputi: akidah akhlak, Qur’an hadits, fiqih, sejarah kebudayaan islam,dan bahasa arab yang dijadikan sebagai landasan pengembangan nilai spiritual dilakukan dengan baik, maka kehidupan masyarakat akan lebih baik.

Pendidikan atau mata pelajaran akidah akhlak di madrasah aliyah sebagai bagian integral dari pendidikan agama islam, memang bukan satu-satunya faktor yang menentukan dalam pembentukan watak dan kepribadian siswa. Tetapi secara substansi mata pelajaran akidah akhlak memiliki kontribusi dalam memberikan motivasi kepada peserta didik untuk mempraktekkan nilai-nilai keyakinaan keagamaan tauhid dan akhlakul karimah dalam kehidupan sehari-hari.

Oleh karena itu setelah mempelajari materi akidah akhlak, siswa diharapkan dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari dan sebagai salah satu pedoman hidupnya.[36]

 

2.    Tujuan mata pelajaran akidah akhlak

Tujuan pendidikan merupakan suatu faktor yang sangat penting dalam pendidikan, karena tujuan merupakan arah yang hendak dicapai atau hendak ditujuh oleh pendidikan. Demikian halnya dengan pendidikan agam islam, maka tujuan pendidikan agama islam itu adalah tujuan yang ingin dicapai oleh pendidikan agama islam dalam kegiatan pelaksanaan pendidikan islam.

Dalam pasal 3 UU RI No 20 Tahun 2003 tentang sisitem pendidikan Nasional dinyatakan bahwa tujuan pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangannya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa.

Tentang tujuan pendidikan nasional dengan tujuan pendidikan agama islam tidak jauh berbedah. Pendidikan agama islam disekolah atau madrasah bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian dann pemupukan pengetahuan, penghayatan, serta pengalaman peserta didik tentang agama islam sehinggah menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketakwaan, beerbangsa dan bernegara, serata untuk dapat melanjutkan pada jenjang yang lebih tinggi.[37] Jadi mata pelajaran akidah akhlak bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan siswa yang diwujudkan dalam akhlak terpuji.

 

3.    Fungsi dan ruang lingkup mata pelajaran akidah akhlak

Funsi pendidikan agama islam merupakan kegunaan pendidikan agama islam khususnya pada peserta didik, karena tanpa adanya fungsi dan kegunaan agama islam maka tidak akan tercapai tujuan pendidikan agama islam itu sendiri. Fungsi pendidikan agama islam khususnya mata pelajaran akidah akhlak di madrasah berfungsi sebagai berikut:

1.    Penanaman nilai ajaran islam sebagai pedoman mencapai kebahagiaan hidup didunia dan di akhirat

2.    Pengembangan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT serta akhlak mulia peserta didik seoptimal mungkin, yang telah ditanamkan lebih dahulu dalam lingkungan keluarga.

3.    Penyusuain mental peserta didik terhadap lingkungan fisik dan sosial melalui pendidikan akhida akhlak.

4.    Perbaikan kesalahan-kesalahan dan kelemahan peserta didik dalam keyakinan pengalaman ajaran islam dalam kehidupan sehari-hari.

5.    Pencegahan peserta didik dari hal-hal negatif dari lingkungannya atau dari budaya asing yang akan dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari.

6.    Pengajaran tentang informasi dan pengetahuan keimanan dan akhlak, serta sistem dan fungsinya.

7.     Penyaluran siswa untuk mendalami akidah akhlak kelembaga pendidikan yang lebih tinggi.[38]

Cakupan pembahasan kurikulum dan hasil belajar pendidikan akidah akhlak di madrasah aliyah meliputi:pertama akidah terdiri atas keiimanan atas sifat wajib, mustahil dan jaiz Allah, keimana kepada kitab-kitab Allah, Rasul-rasul Allah, sifat-sifat dan mu’jizatnya, dan hari akhir. Kedua, aspek akhlak terpui yang terdiri atas khauf, raja’, taubat, tawadlu, ikhlas, bertauhid, inovatif, kreatif, percaya diri, tekat yang kuat, taaruf, taawun, tasamuh, jujur, adil, amanah, menepati janji, dan bermusyawarah. Ketiga, aspek akhlak tercelah meliputi kufur, syirik, munafik, namimah, dan gibah.


[1] Ali Imron, Pembinaan Guru di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Jaya 1995)

[2] Suharsimi Arikunto, Dasar Dasar Evaluasi Pendidikan. (Jakarta: Bumi Aksara 2004)

[3] Ali Imron, Pembinaan Guru di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Jaya 1995)

[4] Suharsimi Arikunto, Dasar Dasar Evaluasi Pendidikan. (Jakarta: Bumi Aksara 2004)

[5] Syafrudin Nurdin, ep. Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, Cet. Ke I, (Ciputat Pers, Jakarta, 2002), hal 86

[6] Oteng Sutrisno, Administrasi Pendidikan Dasar Teoritis dan Praktek Profesional (Bandung: Angkasa, 1985) hlm.97

[7] Elisabet B. Hurlock, Psikologi Anak Jilid 2, (Jakarta: Erlangga, 1996)

[8] W. S. Winkle, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Gramedia 1983), hlm. 162

[9] Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka 2005)

[10] Asri Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran, (Jakart: Rineka Cipta, 2012)

[11] Suciati dan Irawan, Teori Belajar dan Motivasi, (Jakarta: Departeman Pendidikan Nasional, 2001)

[12] Ibid, hlm 21

[13] Miftahul Huda, Copertive Learning Metode, Teknik, Struktur dan Model Penerapan, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2015)

[14] Omar Hamalik, Psikologi Belajar dan Mengajar, (Bandung: Sinar Baru, 2000)

[15] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002)

[16] Wasti Sumanto, Psikologi Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 1990)

[17] Dimyati, Belajar dan Pembelajaran (Jakarta: Bumi Aksara, 20014)

[18] Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hal 98-99

[19] Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hal. 179

[20] Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka 2005)

 

[21] Syaiful Bahri Djamarah, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hlm, 39.

[22] Ibid, hlm 39

[23] Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005), hlm, 130.

[24] Taufik Yumansyah, Buku Akida Kkhlak cetakan pertama, (Jakarta; Raja Grafindo Media Pratama,2008),hal.3.

[25]  Hamdan Ihsan dan A.Fuad, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung;Pustaka Setia,2007),hal.235.

[26]  Muhaimin, wawasan studi islam, (jakarta: kencana wardana media, 2005),hal.259.

[27]  Zahruddin A.R dan Hasanudin Sinaga, Pengantar Studi Akhlak, (jakarta: PT. Raja grapindo persada, 2004),hal.1.

[28]  Syaikh Muatofa, qoa’idul Lugha, (wajiratul ma’arif Al-umumiah),hal.41.

[29]  Humaidi Tatapangarsa, pengantar kuliah akhalak, (surabaya: PT. Bina Ilmu, 1984),hal.32.

[30]  Zahruddin A.R dan Hasanudin Sinaga, pengantar studi akhlak...,hal.3

[31]  Humaidi Tatapangarsa,op.Cit., hal.14.

[32]  Asmaran, pengantar studi akhlak, (jakarta: raja wali press, 1992),hal.1.

[33]  Humaidi Tatapangarsa,op.Cit., hal.16.

[34]  Asri Budiningsi, Pembelajaran Moral, (Jakarta: Asdi Mahastya, 2004), hal.10.

[35]  Tim Perumus Cipayung, pengelolaaan kurikulum berbasis madrasah(mata pelajaran akidah akhlak untuk madrasah aliyah), (departemen agama RI, 2003), Hal.1

[36]  Ibid.,hal.1.

[37]  Abdul Majid dan Dian Andayani, pendidikan agama islam berbasisi kopetensi konsep implementasi kurikulum 2004,(bandung: remaja rosda karya 2005),hal. 135.

[38]  Tim Perumus Cipayung,  kurikulum berbasisi madrasah mata pelajaran akidah akhlak untuk madrasah aliyah (departemen agama RI, 2003),hal.1.


Comments

Popular posts from this blog

Bahasa Cinta